Politik & Kekuasaan
Praktek dagang di pentas pemilu bukanlah hal yang baru. Semua orang yang berkepentingan berupaya meramu bagaimana ada santapan yang lezat untuk mengejar pencari selera. Begitulah agenda lima tahun yang paling sering dipertontonkan elit bangsa ini kepada rakyat Indonesia. Tetapi, catatan kali ini sengaja bersinggungan dengan Maluku dalam frame antara blok masala, kepentingan elit dan pemekaran wilayah.
Agenda pemilu 2024 kita tau bahwa itu tidak sekedar stretegis mengatur kekuasaan di pusat, melainkan juga untuk provinsi dan kabupaten/kota. Lihat saja Maluku, ketika istri berbeda partai dengan suami misalkan itu terjadi bagi kepala daerah, partai mulai risih dan mencari cara bagaimana kepentingan harus berjalan aman dalam urusan kepentingan yang lebih besar. Akhirnya konstelasi itu berubah dan partai-partai lain melihat ada banyak kemungkinan terjadi ketika terbelah arus dukungan politik yang berawal dari sumber induk di wilayahnya.
Tulisan ini memberi catatan sedikit soal beberapa isu besar yang dimainkan para elit kita di daerah. Pertama soal “menjual” Blok Masela, kedua “menjual” isu pemekaran provinsi baru di tenggara raya dengan iming-iming barter atau “jual SDA” dan lainnya. Ini akan menjadi sangat tidak bersahabat dengan rakyat kita apalagi mereka pencari keadilan di negeri seribu pulau ini.
Dalam konteks ini, saya hanya ingin menegaskan kepada pimpinan daerah ini bahwa soal Blok Masela itu belum selesai dari hulu sampai hilirnya. Mulai dari konflik lahan, kepentingan kabupaten/kota yang ingin menguasai porsi pembagian kue, dan macam-macam persoalan lain yang jadi ikutannya. Laporan-laporan dari Itamalda misalkan yang telah masuk sampai ke meja presiden dan kementerian tentang dampak sosial, lingkungan akibat kepentingan migas itu sampai sekarang belum menyentuh substansi. Lagi-lagi menu ini dibuat seenakmungkin dan menjadi menu politik ke rakyat kita. Kita tidak ingin rakyat Maluku dirugikan karena terbelah secara politik ataupun pembagian kue yang tidak merata. Bagi saya, selesaikan dulu apa yang menjadi keinginan rakyat maluku pada masa aksi demo besar-besaran di maluku waktu itu sebelum kita menjelaskan kepentingan politik untuk merebut kekuasaan. Seringkali kita mengejar apa yang diinginkan, tetapi lupa hal-hal yang membekas dan masih menjadi pekerjaan rumah di daerah ini.
Point kedua disini tentang perjuangan kelompok sebelah yang menginginkan adanya pemekaran provinsi tenggara raya di Maluku. Ini juga masalah tersendiri, tetapi mengapa itu selalu diangkat pada momentum politik? Mungkin karena tidak ada jualan lain yang lebih baik selain “menjual isu pemekaran” untuk mengambil hati rakyat atau mengkondisikan rakyat dalam kepentingan politik di Pemilu 2024 ini.
Saya Putera asli Maluku dari Maluku Barat Daya bukan tidak memberi dukungan dalam hal pemekaran DOB, tetapi catatan saya selama ikut memperjuangkan DOB di Papua mendapat banyak kritikan pedas dari pemerintah pusat dan Lembaga-lembaga riset nasional tentang aspirasi semacam ini mengapa ditolak atau patut diperjuangkan. Memang persepsi politik Papua dan Maluku beda dalam hal ini, tetapi hal substansi DOB selalu menjadi tandatanya besar dan itu tidak mudah diterima sebagai wilayah yang siap dimemarkan. Memekarkan wilayah alasanya bukan sekedar karena aspek rentang kendali, jaminan SDA yang melimpah, atau juga alasan daerah perbatasan dengan negara lain, tetapi hasil evaluasi pemerintah terhadap daerah selama ini lazimnya menjadi ukuran bagaimana Nasib DOB itu kedepan jika itu dikabulkan. Ini catatan kritis saya karena selama ini niat kita besar tetapi kurang memberi bukti kepada pemerintah bahwa kemandirian kita itu ada hasilnya. Sampai sekarang saja ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat itu besar, dan tidak ada upaya signifikan bagaimana menaikan pendapatan daerah agar bisa mengimbangi alokasi anggaran pusat untuk kepentingan pembangunan di rakyat. Banyak masalah yang terjadi adalah pengalihan anggaran pusat ke hal lain karena porsi dana daerah yang tidak mampu. Ini tidak saja melanggar aturan, tetapi kita sedang menunjukan kebingungan mengurus daerah sendiri. Bagaimana jadinya jika niat DOB itu pada akhirnya justru membuat rakyat menjadi sengsara. Ingat, Pemerintah Indonesia ini telah menanggung beban pinjaman luar negeri yang begitu besar dan ini harus dipahami baik dalam sebuah rencana DOB baru di Maluku tenggara.
Dalam kepentingan itu, catatan saya adalah jangan kita “menjual” daerah ini dengan gagasan yang justru memperuncing rakyat atau mengkondisikan rakyat dalam pertarungan politik yang tidak sehat. Semua ini akan berakibat fatal. Elit kita bisa duduk diam setelah itu, tetapi rakyat akan menikmati sebuah konsekwensi politik atas pilihan yang keliru.
Catatan lain dari semua ini adalah, momen politik pilpres dan pileg ini juga diikutkan dengan agenda pilgub di Maluku. Saya mencurigai sentiment politik ini mulai dimainkan elit-elit dan penguasa kita untuk mengkondisikan rakyat dalam satu komando untuk pilgub Maluku nanti. Misalkan saja soal terbelahnya arus masa pendukung di level atas menjadi bola liar lawan untuk mengkondisikan rakyat dalam solidaritas yang berkelompok. Bagi saya silahkan saja, asalkan bekas kaki kita tidak terbaca sebagai pengkhianat rakyat. Jelaskan saja terbuka kepada public semua tentang niat baik itu agar proses politik tidak meninggalkan bekas luka yang terus membengkak.
Freni Lutruntuhluy Putera Asal Damer-Lakor. Tinggal di Jakarta.