OKMIN TV- Australia adalah negara yang banyak dijadikan sebagai tempat untuk mendapatkan penghidupan dan perlindungan lebih memadai oleh para pencari suaka ( Asylum seekers red) dan pengungsi (Refugee).
Menurut Nukila Evanty, Ketua Koalisi Melawan Kejahatan Terorganisir dan perdagangan orang, Australia adalah penandatangan konvensi UN 1951 atau party to the 1951 Convention berhubungan dengan Status of Refugees dan Protokol 1967. Australia giat dan outstanding dalam bidang kemanusiaan dan berkaitan dengan human security ini, ujar Nukila.

Menurut Nukila, ada masalah baru yang pernah disampaikan Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia disekitar tahun 2023 dengan berbondongnya nelayan-nelayan dalam puluhan dan ratusan dengan perahu atau kapal mereka masuk wilayah teritori laut Australia. Nelayan-nelayan itu menangkap ikan di wilayah teritorial Australia. Yang harus menjadi perhatian nelayan pelintas batas tersebut ternyata ada yang berasal dari Pulau Rote, NTT yang menyeberang ke wilayah teritorial perairan Australia.
Menurut Gabriel Goa, dari Padma Indonesia, gerakan nelayan mencari ikan sampai ke perbatasan Australia sudah lama terjadi. Heboh aja baru -baru ini. Disamping faktor perubahan iklim karena sulitnya mencari ikan-ikan, sekarang mereka mempunyai perahu motor yang lebih cepat mencapai perairan yang jauh di mana lebih banyak ikannya melewati tapal batas perairan NKRI. Ini akhirnya mereka ditangkap.
Menurut Gabriel, oleh petugas patroli perbatasan Australia dan kapal-kapal mereka dibakar karena peraturan sistem karantina, sehingga kapal tak punya, sebelum mereka dipulangkan bekerjalah nelayan asal NTT itu di Australia.
“Dapatlah duit. Begitu dipulangkan sampai di Indonesia mereka bercerita ke nelayan -nelayan lainnya. Nelayan lain menjadi tertarik. Saya nggak tahu apakah ini masuk kategori people smuggling atau illegal worker ?”, Kata Gabriel.
Menurut Nukila Evanty, pemerintah Indonesia harus bicara dengan Australia, harus dicari penyebab kapal nelayan masuk perbatasan, terus bagaimana menangani akar permasalahannya.
Ditambahkan oleh Gabriel, NTT punya perbatasan laut dengan masalah -masalah lintas batas, nelayan yang di jadikan ABK dan di perdagangkan, nelayan yang menembus perairan Australia, nelayan yang miskin dan menjadi korban human trafficking di tambah data yang tak memadai.
“Tidak ada data peoples smuggling dan human trafficking. Belum lagi kurang kolaborasi antara kementerian, dinas-dinas di NTT, NGO yang sendiri-sendiri dan alokasi anggaran yang tak tepat sasaran untuk menangani isu yang kompleks di NTT ini”, tutur Gabriel.
Lanjut Gabriel, tugas berat Pemerintah dan Masyarakat Sipil di NTT selain kasus-kasus TPPO di daratan ternyata banyak juga permasalahan TPPO dan people smuggling serta jual beli narkoba di Laut bahkan Samudera Hindia.”$toP Jo Bajual Orang!”, katanya. (tim)