JAKARTA, OkminTV.com – Larangan terhadap perdagangan orang (human trafficking atau trafficking in persons) di Amerika Serikat berakar dari Amandemen ke-13 Konstitusi AS, yang melarang perbudakan dan kerja paksa pada tahun 1865.
Menurut Nukila Evanty, selaku Ketua Koalisi Lawan Perdagangan Orang dan Kejahatan Terorganisir (Koalisi), pekan lalu mengatakan bahwa sebelum tahun 2000, Departemen Kehakiman (DOJ) Amerika Serikat sering mengajukan kasus-kasus perdagangan orang berdasarkan beberapa undang-undang (UU) pemerintah federal terkait dengan penghambaan paksa/ perbudakan modern ini.
Secara paralel dalam dua dekade terakhir, Kongres Amerika semacam DPR RI, rajin meloloskan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang komprehensif yang memberikan kekuasaan penuh pada pemerintah federal AS dalam memerangi perdagangan orang.
Nukila menyebutkan UU seperti Trafficking Victims Protection Reauthorization Act of 2017 dan the Frederick Douglass Trafficking Victims Prevention and Protection Reauthorization Act of 2018.
Ketua Padma Gabriel Goa disisi lain menyebutkan bahwa dalam kerja organisasi masyarakat sipil (NGO)
“kami sering menggunakan hasil riset dan laporan dari Amerika dan dari Australia”. Saya senang di Laporan tentang Perdagangan Orang Indonesia 2023 dari Pemerintah Amerika, disebutkan,” perdagangan tenaga kerja telah banyak mengeksploitasi warga negara Indonesia melalui kekerasaan dan paksaan dengan jerat utang di Asia (khususnya RRT, Korea Selatan, dan Singapura) serta Timur Tengah Khususnya pekerjaan rumah tangga (PRT), di konstruksi, pabrik, manufaktur, serta perkebunan kelapa sawit di Malaysia. Ditambahkan, masalah perekrutan ABK di kapal-kapal penangkap ikan”.
Dalam laporan tersebut Ia menambahkan bahwa Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Timur Tengah menerima banyak PRT asal Indonesia yang tidak dilindungi UU ketenagakerjaan negara setempat (destination country). Mereka sering mengalami berbagai penyiksaan, nggak ada kontrak kerja resmi, jam kerja panjang, upah yang tidak dibayarkan. Pekerja-pekerja ini banyak berasal dari provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), ungkap Gabriel.
Nukila menambahkan bahwa laporan perdagangan orang di Indonesia versi pemerintah Amerika tersebut, memakai indikator tier misalnya laporan di tahun 2023 Indonesia masuk tier 2, artinya Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar minimum dalam pemberantasan perdagangan orang, tetapi telah melakukan upaya signifikan untuk merealisasikan.
Sebelumnya ditahun 2022 Indonesia masuk kategori tier 2 watch list. Menurut Nukila, penelitian dari pemerintah Amerika sebenarnya bisa membantu Gugus Tugas TPPO di pusat dan daerah karena ada rekomendasi-rekomendasi yang sering berulang-ulang.
Ia mencontohkan ada rekomendasi untuk menyelidiki dan mengadili kejahatan perdagangan orang serta menghukum pelaku tindak pidana perdagangan orang, termasuk pejabat pemerintah yang terlibat serta rekomendasi mengamandemen UU TTPO tahun 2007 untuk menghapus persyaratan pembuktian kekerasan, penipuan, atau pemaksaan untuk membenarkan kasus perdagangan seks pada anak.
Gabriel Goa menambahkan bahwa upaya terakhir koalisi masyarakat sipil telah melakukan kegiatan di bulan Juli 2023 lalu bersama -sama dengan ketua Gugus Tugas TPPO dari Kepolisian RI untuk membahas perubahan UU TPPO 2007 yang sudah mulai tertinggal dengan banyak kejahatan TPPO modus baru, perlunya perlindungan anak yang terjerat TPPO dan sebagainya.
Gabriel menambahkan, sekarang tugas pemerintah memenuhi kewajiban mereka untuk memberikan dukungan dan dana serta kolaborasi dengan masyarakat sipil dan melaksanakan kegiatan pemberantasan perdagangan orang yang telah dimuat dalam rencana aksi Nasional.
“Dari Amerika kita belajar juga bagaimana membuat UU yang updated dengan perkembangan TPPO dan juga harus melakukan maksimal upaya pencegahan, investigasi , penuntutan dan membawa ke peradilan bagi pelaku TPPO ini” tutup Gabriel