Catatan Redaksi*)
“Seni komunikasi adalah bahasa kepemimpinan” sering dikaitkan dengan James Humes. Dia adalah seorang penulis, dan penulis pidato untuk beberapa presiden Amerika Serikat, termasuk Ronald Reagan.
Banyak orang yang kemudian dengan tulisan-tulisan James Humes seperti ini kemudian menginspirasi banyak politisi untuk memulai karirnya dengan bagaimana membangun kepribadian mereka mulai dengan menata kemampuan bahasa, pengetahuan dan kecakapan hidup bersama masyarakat. Dasar itu kemudian banyak pemimpin yang berhasil dan terus membangun jaringan komunikasi yang baik di berbagai lapisan masyarakat untuk mereka terus mempertahankan posisinya sebagai pemimpin/penguasa. Memang, hasilnya baik dan mereka bisa menjadi pemimpin yang baik.
Tulisan ini dibuat dengan mencoba mengambil sebuah peristiwa dan alur politik dan kekuasaan yang sedang terjadi di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), khususnya di tubuh Partai Demokrat, antara Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Agustinus Lekwardai Kilikily yang sebenarnya sebagai sebagai Dewan Pertimbangan di Partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono itu. Antara Sekretaris DPC, Galvani Alerbitu dan Agustinus Lekwardai Kilikily alias Ari berbeda pandangan. Ari dinilai hengkang ke PDIP tanpa membangun komunikasi politik yang baik dengan pimpinan partai, sementara usulan Ari untuk maju di Pilkada sebagai bakal calon Wakil Bupati dari PD sudah di usulkan ke DPP Partai Demokrat. Tiba-tiba saja, tanpa komunikasi yang baik, langkah Ari mengecewakan Partai Demokrat setelah diketahui dirinya telah mengantongi KTA PDIP.
Secara politik, sangat wajar jika Demokrat MBD merasa Ari mengabaikan etika dalam hal proses-proses yang sedang berjalan di tubuh Partai tersebut. Demokrat kata Galvani Alerbitu sebagai Sekretaris DPC mengatakan Partainya bahkan telah membangun dan terus memperkuat basis-basis politiknya untuk memenangkan pertarungan pilkada nanti. Namun, tiba-tiba saja langkah Ari Kilikili begitu cepat abaikan semua yang sedang berjalan di partainya. Mungkinkah ini yang disebut dengan hilangnya etika politik antara kekuasaan dan Partai Politik?.
Pada konteks ini, sangat wajar jika Pimpinan Pusat Partai Demokrat harus mengevaluasi kembali kepengurusan partainya di Kabupaten itu, serta mempertanyakan Integritas dan Etika Politik Ari Kilikili. Mengapa demikian? Semua ini karena Ari Kilikili juga masih dalam jabatan sebagai Wakil Bupati, sehingga sikap ini kemudian tidak merugikan partai yang selama ini telah mendukungnya sebagai Wakil Bupati Maluku Barat Daya.
Dalam pandangan yang berbeda, bisa saja situasi politik MBD memaksakan Ari untuk mengambil langkah itu, sebab Ari masih menginginkan memegang kekuasaan sebagai wakil Bupati sehingga berbagai pertimbangan politik bisa memunculkan langkah politik yang baru untuk siap bertarung. Sayangnya, etika komunikasi politik tidak seperti itu yang diinginkan Partai Demokrat. Inilah sebuah retorika komunikasi yang renggang di tubuh Partai Demokrat dengan Ari Kilikili yang sedang menjabat sebagai wakil Bupati MBD.
Secara politik, Partai Demokrat menurut Sekreataris DPC, Galvani Alerbitu dirinya telah meminta kepada Pimpinan Partainya untuk mengevaluasi Kembali rekomendasi partainya kepada Ari. Jika kemudian rekomendasi itu berubah, bukan tidak mungkin Ari akan mendapat tantangan besar, tidak saja dari Internal Partai asalnya, melainkan rakyat MBD akan mempertanyakan konsistensi politik Ari dalam sebuah pertarungan politik. Sedangkan, Partai Demokrat sendiri tidak sekedar menginginkan dirinya untuk maju sebagai Wakil Bupati, melainkan Calon Bupati. Hanya saja, langkah Ari saat ini memperkeruh suasana dan mengecewakan banyak simpatisan. Lihat saja nanti. (*)